Wednesday 5 June 2013

In Memoriam: Hasan Tiro, Bapak Revolusi Aceh

In Memoriam:Hasan Tiro, Bapak Revolusi Aceh

Genap 3 tahun berpulang ke Rahmatullah, Dr Hasan Muhamamd di Tiro. Karena itu, saya ingin mengulas sedikit kembali perjalanan hidup tokoh kontemporer Aceh yang kerap disapa ‘Wali’ ini.

*M. Adli Abdullah (*

MASIH segar dalam ingatan kita, cucu pejuang Aceh Tgk Chik di Tiro Muhammad Saman itu wafat dalam usia 85 tahun pada Kamis, 3 Juni 2010 di Rumah Sakit Umum dr Zainoel Abidin, Banda Aceh. Lalu pada sore harinya, lawan tangguh enam presiden Indonesia itu dimakamkan di samping kuburan kakeknya, Chik di Tiro di Gampong Meureu, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar.

Diakui atau tidak, Hasan Tiro berhasil membangun semangat keacehan. Dan pada hari ini tiga tahun yang lalu, ayah Karim Tiro itu kembali ke alam damai. Hasan Tiro pergi tanpa mewariskan harta benda. Padahal awalnya, Hasan Tiro punya apa-apa dalam arti memiliki istri yang cantik, anak yang ganteng, harta dan koneksi yang cukup di New York, Amerika Serikat.

Namun pada akhirnya, anak pasangan Tengku Muhammad Hasan dan Pocut Fatimah ini apa-apa pun tidak punya secara materi. Tidak memiliki rumah pribadi, mobil yang mewah, dan fasilitas yang wah. Keadaan ini berbanding terbalik dengan sebagian yang mengaku anak-anak ideologis sang Deklarator Aceh Merdeka itu kini.

Virus kesadaran

Satu warisan paling berharga yang ditinggalkan oleh Wali yang lahir di Tiro pada 25 September 1925 ini adalah kemampuannya menyuntikkan virus kesadaran bahwa Aceh adalah sebuah bangsa berdaulat, bukan biek lamiët (bangsa budak). Hasan Tiro mengarisbawahi kita boleh kehilangan harta dan takhta, namun tak boleh kehilangan harga diri (dignity) sebagai sebuah bangsa.

Dalam hal ini, saya terkesima membaca pernyataan aktivis perempuan dari Malaysia, Lilianne Fan. Kutipan ini saya temukan dalam buku biografi Hasan Tiro yang berjudul Jalan Panjang Menuju Damai Aceh. “Our fight is not about power, it is about dignity. It is only when all Acehnese have our dignity restored that we will be free,” kata Hasan Tiro kepada Lilianne Fan di Norsborg, Stockholm, Swedia, 23 September 2004.

Makna pernyataan tersebut yakni perjuangan kami bukan untuk kekuasaan, tetapi untuk sebuah harga diri. Hanya pada saat seluruh rakyat sudah mempunyai harga diri, pada saat itulah ia akan merdeka.

Tak pelak, aktivis yang sering bolak-balik Malaysia, Aceh dan seluruh dunia untuk mengabarkan nestapa Aceh itu menetes air mata mendengar ucapan langsung Hasan Tiro. Aktivis beretnik Cina ini sangat peduli pada derita rakyat Aceh. Saya yakin, hampir semua orang Aceh di Malaysia mengenal sosok perempuan berambut panjang dan murah senyum ini.

Ungkapan yang bernada sama pernah pula diungkapkan oleh Hasan Tiro dalam bukunya The Price of Freedom di mana Wali mengumpamakan dirinya dengan Kaisar Romawi, tetapi yang membedakan dia dengan sang Kaisar hanyalah: 

Ceasar had a legion with him. I have nothing. I come back alone-un-armed. I have no instrument of power. I brought only a message that of national salvation and survival of the people of Acheh Sumatra as a Nation, and a reputation of a Tiro-man. (Kaisar punya pasukan, sedangkan saya tak punya apa-apa. Saya hanya membawa pesan untuk bangkitnya rakyat Aceh dan mengembalikan nama baik sebagai anak Tiro).

Pada 4 September 1976, Hasan Tiro meninggalkan istri yang cantik, Dora, dan bocah kecil semata wayang yang sangat tampan, Karim, serta dunia bisnis yang sedang digelutinya baik di AS, Eropa, Timur Tengah, Afrika maupun Asia Tenggara untuk terbang ke tanoh endatu, Aceh. Padahal dia sudah hidup mewah di Amerika Serikat. Ia memilih pulang demi marwah bangsa Aceh. Cita-citanya tidak ada lagi orang Aceh miskin yang hidupnya mengemis ke sana ke mari.

Di New York, Hasan Tiro bisa minum Coca-cola atau jalan bebas ke mana pun karena dia berstatus penduduk tetap (permanent residence) Amerika Serikat. Sebaliknya selama dua tahun lebih di rimba Aceh, Hasan Tiro menderita karena sering berpindah-pindah, makan tak cukup bergizi, dan berteman nyamuk bersama rekan-rekan seperjuangannya.

Hasan Tiro pulang dengan membawa segepok bekal yang akan ditularkan kepada rakyat Aceh, yakni ideologi turie droe dan tusoe droe, dan tidak rendah diri (imperiority complex) saat berhadapan dengan bangsa lain. “Aceh mesti jaya seperti pada masa Sultan Iskandar Muda,” ungkapnya.

Hal itu bisa terjadi jika mayoritas kita orang Aceh berpendidikan dan punya sikap dalam hidup, cinta negeri, serta memiliki kaum intelektualyang punya ideologi keacehan yang jelas serta berani menyatakan yang benar walaupun itu pahit.

Mungkin kalau Hasan Tiro bisa bangkit kembali dari alam kubur, dia akan ingatkan kita tentang bagaimana sengsaranya rakyat dan para pejuang selama 30 tahun lebih di hutan Aceh, berbagi makanan sama rata, satu telur asin dimakan bersama, nasi dicampur dengan boh janeng.

Tetapi pria brilian dan bernyali besar itu sungguh akan menangis melihat perilaku kita saat ini. Di mana rakyat di pedalaman masih hidup menderita dengan penuh derai air mata, karena gagal panen, didera banjir, dan susah mencari rezeki.

Di pihak lain, pascadamai 15 Agustus 2005 ada di antara kita yang bertransformasi menjadi preman gampong, mengkhianati bangsa, melupakan sumpah perjuangan, dan hidup mewah di tengah gemerlap nikmat duniawi. Kehidupannya bak seorang raja di tengah teman seperjuangannya yang masih bercucuran air mata.

Terlena simbolik

Perjuangan yang berujung damai ini telah mempolarisasi kita menjadi dua kelompok; yang “bermata air” dan yang “berair mata”. Kalau Wali masih bisa hidup kembali, dia akan ingatkan kita pada sumpah perjuangan yang tidak boleh lekang oleh waktu bahwa perjuangan tujuannya untuk kemakmuran bangsa Aceh.

M. Adli Abdullah Bawareth
Kita hari ini sudah sangat terlena dengan kerja-kerja simbolik dan bisikan-bisikan para pembual yang kadangkala pada masa konflik justru menghujat sang Wali. Memang rakyat butuh simbol-simbol, namun lebih butuh lagi kebutuhan dasar manusia seperti warga mesti kuat di bidang ekonomi, tangguh menguasai ilmu pengetahuan dan alim dalam membaca perkembangan zaman.

Mengenang tiga tahun berpulangnya “Bapak Revolusi Aceh” ini dengan mengingatkan apa saja yang telah dilakukan oleh mantan pemanggul senjata kepada rakyat. Di sisi lain, rakyat pun menyadari bahwa Hasan Tiro telah mendidik warga untuk memiliki harga diri. Satu bentuk marwah tersebut adalah tidak menjadi pengemis harta, uang, hingga pengemis kekuasaan, mengabaikan marwah dan menggadaikan harga diri.

*M. Adli Abdullah, Pencinta para pejuang bangsa.

Read more: http://www.atjehcyber.net/2013/06/in-memoriam-hasan-tiro-bapak-revolusi.html#ixzz2VK4mBizi

Dalam Keunangan Wali Neugara Tgk. Hasan M. di Tiro

Dalam Keunangan Wali Neugara Tgk. Hasan M. di Tiro

25 September 1925 - 3 Juni 2010

Subhanallah wahdahuwa bihamdihi
Meninggai Wali lah Wali ulôn tjalitra
Adjai ka sampoë ka trôk ban djandji
Geuwoë bak Rabbi u Alam Baqa
Buët peumeurdéhka gohlom seulusoë
Katrôk rakan droë Wali djitaki
Djitjok Atjèh njoë djadèh djipubloë
Di lua nanggroë kuta Helsinki
 Wali ka tuha meu-gok-gok djaroë
Meu keutuboh droë ubat gob njang bri
Han ék geupiké lé keu hai nanggroë
Bandum atra njoë Meuntroë ngon Zaini
Djitjok Wali djitiëk lam sagoë
Djipubuët keu droë peuë2 njang kheun kri
Keu hai meurdéhka hana djipakoë
Djituka djinoë ngon otonomi
Watèë lôn ingat seudéh han sakri
Rap abéh wali djidjok keu djawa
Djitém peutamong droëneuh njan lam RI
Njang Wali tjatji jôh masa teuga
Diëpnan keuh paléh Malék ngon Zaini
Keu sumpah Wali hana djikira
Bak ureuëng Atjèh Wali meudjandji
Kon otonomi ta tjok meurdéhka
Hana meugabông deungon RI
Bah saboh lori djibri beulanja
Mangat ta peudong ban hukôm Rabbi
Bèk hukôm RI ngon Pantjasila
Ta lakèë do'a keudéh bak Rabbi
Beugeubri Wali beu-ampôn dèsja
Beugeupeutamong dalam djannati
Sapat ngon Nabi Saidil Mustafa
Bèk djeuët keu utang njang geumeudjandji
Ja Allah neubri beu ampôn dèsja
Deungon sjuhada beusapat Wali
Ngon Teungku Lah Sjafi'i dalam sjuruga
Wilajah Meudèëlat, 3 Juni 2013

Zulkarnain vs Iskandar (Alexander Agung)

Zulkarnain adalah sebuah nama yang dikisahkan dalam al Quran surah al Kahfi (QS 18 : 83 – 99). Sementara Iskandar atau Alexander Agung adalah nama seorang raja dari Makedonia, putra dari raja Filipus.
Zulkarnain dalam al Quran:
- melakukan tiga perjalanan : ke arah timur, ke arah barat, ke suatu arah dimana disana bermukim tiga bangsa (bangsa Ya’juj, bangsa Ma’juj, bangsa yang memonohon pertolongan pada Zulkarnain untuk membuatkan dinding pembatas dg bangsa Yajuj dan Majuj)
- Zulkarnain adalah seorang raja yang beriman pada Tuhan Yang Maha Esa, ia diberi kewenangan oleh Tuhan untuk menghukum raja dari negeri yang dikunjunginya atau malah memberikan jabatan tertentu kepadanya.
- Zulkarnain membangun tembok besi dilapisi coran tembaga setinggi gunung yang memisahkan Yajuj-Majuj dengan bangsa yang ditemui Zulkarnain.
- ciri2 negeri di sebelah barat : matahari terbenam di laut yang berlumpur hitam. kepada bangsa ini Tuhan memberikan kewenangan kepada Zulkarnain utk menyiksa penduduknya atau berbuat baik pada mereka. Tapi Zulkarnain berkata “yang aniaya akan kami siksa, tp yg beriman dan berbuat baik akan diberi ganjaran yang terbaik dan kami beri titah dari perintah2 kami”
- ciri2 negeri di sebelah Timur : matahari menyinari sebuah negeri yang tanpa pelindung dari teriknya matahari tersebut.
- ciri2 negeri ketiga : terletak diantara dua gunung, bahasa penduduknya tidak bisa dimengerti oleh bangsa lain karena terlalu jauh bedanya.
Kisah Alexander
Ia seorang putra dari Raja Makedonia bernama Filipus. Alexander yang seorang yang ambisius, ingin menguasai dunia. Dia berhasil mencapai pegunungan Hindu Kush, namun ekspedisi sungguh menelan banyak energi. Ia dan pasukannya kembali ke Yunani dalam kelelahan.
Alexander diisukan terlibat dalam suka teman sejenis, bernama Hepasthion. Ia wafat tak lama sesudah teman tercintanya itu meninggal karena sakit sepulang dari India. Alexander meninggalkan janin dalam perut istrinya budak Persia.
Jadi disini sangat kontras perbedaan antara Zulkarnain yang digambarkan dalam Al Quran dengan Iskandar yang dirajakan di Yunani. Namun para sejarawah dan penulis Tambo terlalu bersemangat menggabungkan dua ini menjadi satu kesatuan, menjadi Iskandar Zulkarnain. Kadang-kadang dibubuhi kata Sultan sehingga menjadi Sultan Iskandar Zulkarnain, yang dipercaya merupakan nenek moyang orang Melayu dan Minangkabau.
Wallahu a’lam

ORANG JAWA DIMATA KESULTANAN ACEH

ORANG JAWA DIMATA KESULTANAN ACEH

oleh : margono dwi susil

Sebagai orang Jawa yang tinggal di Banda Aceh tentu saya tertarik dengan keberadaan sebuah tempat yang secara resmi diberi nama Gampong Jawa. Konon kampung ini sudah ada sejak jaman kesultanan Aceh, sebagai bukti masa lalu Aceh memang kosmopolitan. Beberapa kali saya kesana untuk melihat orang-orang, laut, sambil sesekali mancing. Kali ini saya tidak akan bercerita tentang mancing, tetapi yang lebih substantif.

Seperti biasanya jumat adalah waktu yang spesial, setidaknya pada hari itu sholat jumat digelar. Kami pegawai Kementerian Keuangan di Banda Aceh berduyun-duyun memenuhi masjid Gedung Keuangan Negara (GKN) hendak menunaikan ibadah. Hampir semua pegawai Kementerian Keuangan yang ditempatkan di Banda Aceh adalah muslim, sehingga penuh sesak masjid kami. Tetapi ada sekelompok manusia yang secara mencolok tidak menunaikan kewajiban jumat. Mereka memang bukan PNS, tetapi tukang bangunan yang mengerjakan proyek di GKN. Mereka hanya duduk santai sambil memandangi kami yang berduyun-duyun menuju masjid. Semua makfum bahwa tukang bangunan tadi adalah pendatang dari Jawa (atau setidaknya orang Jawa yang lahir di Sumatera) yang sebagian besar muslim.

Teman saya yang Aceh, sempat nyeletuk, itulah orang Jawa, banting tulang demi dunia tetapi lupa Tuhan. Pada tahap ini saya setuju atas penilaian itu, bahwa Jawa sebagai muslim – tentu tidak semua — sering tidak taat, bahkan cenderung singkretik dan mistik, percaya pada danyang penunggu kuburan dan Nyi Roro Kidul.

Karena cukup terusik, selepas sholat jumat, saya menemui para tukang bangunan tersebut. Mengapa tidak sholat jumat? Jawaban mereka simple saja, “untuk apa sholat jika membohongi diri sendiri.” Mereka justru mengklaim kami yang berduyun-duyun ke Masjid sebagai para munafik. Rajin sembahyang tetapi tetap korupsi. Selidik punya selidik rupanya mereka sangat terpengaruh oleh kasus Gayus Tambunan. Bahwa orang Keuangan adalah tipikal Gayus, hanya saja kebusukannya belum terbongkar. Dimanapun, walau ia cuma tukang bangunan, orang Jawa selalu pandai berfikir filosofis, bukan demi kebaikan, tetapi demi menghindar dari kewajiban, kadangkala yang syari’i sekalipun.

Lantas bagaimana Aceh memandang Jawa secara lebih subtil?

Ini tentu sulit. Karena Acehpun heterogen. Masyarakat Aceh di pantai timur-utara tentu beda dengan barat-selatan dalam memandang masyarakat pendatang, terutama dari Jawa.Perbedaan itu disebabkan oleh sejarah, terutama sejarah konflik. Perjumpaan masyarakat pantai timur-utara Aceh dengan Jawa bermula saat armada barat Majapahit menaklukkan Kerajaan Pasai di Aceh Utara pada sekitar 1350 Masehi (Kawilarang, 2008). Sejak itu hubungan Aceh-Jawa mengalami pasang surut. Pernah suatu ketika Aceh bekerjasama dengan Jawa saat bahu membahu memerangi Portugis yang menguasai Malaka. Ini terjadi pada masa Pangeran Sabrang Lor Pati Unus, pada 1521 M. Karena hubungan perjuangan ini Ratu Kalinyamat – putri Sultan Demak Trenggono – dinikahkan dengan Raden Toyib salah seorang putera Sultan Aceh Mughayat Syah. Raden Toyib akhirnya dikenal dengan nama Pangeran Hadiri.

Pada 1564 Sultan Aceh Ali Riayat Syah mengirimkan utusan ke Jawa meminta bantuan memerangi Portugis. Karena salah paham utusan Aceh tersebut justru di bunuh oleh Aria Pangiri, putra Sunan Prawata (Sultan Demak keempat). Hanya karena faktor Ratu Kalinyamat dan Pangeran Hadiri hubungan Aceh dan Jawa relatif tetap baik.

Pada tahun 1573 Sultan Aceh kembali meminta bantuan Ratu Kalinyamat (waktu itu ia penguasan Jepara bawahan Demak) untuk menyerang Portugis. Jawa mengirim pasukan sebanyak 15.000 orang dengan 300 kapal, tetapi terlambat, sehingga armada Aceh sudah dipukul mundur Portugis. Sejak itu kepercayaan Aceh terhadap Jawa menipis, apalagi sejak kematian Ratu Kalinyamat pada 1579.

Bagi anda penggemar sejarah tentu mengetahui bahwa sejak tahun 1873 Aceh berperang dengan Belanda sampai menjelang kedatangan Jepang. Tahukah anda suku bangsa nusantara yang paling banyak membela Belanda dalam memerangi Aceh? Ya benar, suku Jawa. Paling tidak hal ini menurut pandangan Aceh. Ribuan kompeni KNIL yang dikirim ke Aceh sebagian besar suku Jawa, disamping Eropa, Ambon, Timor dan Minahasa. Kalau anda tinggal di Banda Aceh anda bisa mengunjungi Kuburan Belanda Kerkoff. Semua orang Aceh tahu bahwa justru yang dikubur disitu dominan orang Jawa yang masuk dalam kedinasan KNIL. Anda akan menemui nama-nama Jawa seperti Kromodengso, Kromodiryo, Semito, Prawiroyudo dan seterusnya. Ratusan bahkan mungkin seribu nama-nama Jawa. Kerkoff adalah monumen bahwa Jawa pernah membela Belanda (penjajah kafir), dan Jawa akhirnya terbunuh di Aceh.

Kalau anda juga suka membaca aktivis Aceh dalam memahami hubungan dengan Pemerintah Pusat di Jakarta, tentu anda akan mendapat banyak statement bahwa Aceh di masa revolusi merupakan daerah modal bagi Republik. Tidak terkira sumbangan Aceh terhadap bayi Republik, sebut saja misalnya pesawat RI-1 Seulawah dan Radio Rimba Raya. Atau misalnya kisah Presiden Sukarno yang menghiba-hiba ke ulama Aceh agar rakyat Aceh membantu Republik yang dalam kesulitan besar. Semua permintaan Sukarno dipenuhi oleh rakyat Aceh, dengan imbalan syariat islam akan ditegakkan di bumi serambi mekah. Tetapi setelah republik stabil justru Aceh dilebur dalam propinsi Sumatera Utara pada 23 Januari 1951. Bagi Pemerintah di Jakarta peleburan itu demi efisiensi. Bagi Aceh ini adalah pengkhianatan ala Indonesia yang kebetulan dipimpin orang Jawa. Dikatakan Indonesia (Jawa) adalah negara yang mudah membuat janji tetapi mudah pula ingkar. Dalam berbagai propaganda dikatakan perilaku Jawa yang suka mengkhinati janji ini dibaratkan seperti perilaku Yahudi. Kekecewaan ini pada akhirnya menyulut Daud Beureueh mendukung DI/TII Kartosuwiryo pada 20 September 1953.

Berbeda dengan Daud Beureueh yang membawa panji islam, Hasan Tiro memilih cara berbeda dengan mengedepankan romantisme sejarah dan sentimen etno-nasionalis, walau faktor ekonomi dan eksploitasi kekayaan alam Aceh oleh pemerintah Orde Baru tetap merupakan faktor penting. Dikembangkanlah indoktrinasi bahwa Aceh merupakan korban dari kolonialisme Jawa. Bagi Tiro dan pendukungnya, Aceh pernah gemilang di masa Sultan Iskandar Muda (berkuasa 1607-1636) dan terpuruk dijaman Belanda dan Indonesia (Jawa). Perhatikan teks proklamasi GAM yang dikumandangkan di Pidie 4 Desember 1976 :

“To the people of the world: We, the people of Acheh, Sumatra, exercising our right of self-determination, and protecting our historic right of eminent domain to our fatherland, do hereby declare ourselves free and independent from all political control of the foreign regime of Jakarta and the alien people of the island of Java….In the name of sovereign people of Acheh, Sumatra.”

Jika digunakan bahasa yang lugas dan jujur, GAM dibentuk untuk membebaskan Aceh dari penjajahan Jawa.

Pemerintah Orde Baru menjawab tegas dengan mengirimkan tentara. Sebagian wilayah Aceh menjadi daerah operasi militer (DOM). Ribuan orang menjadi korban. Tetapi ironisnya, dalam konflik ini, suku Jawa yang tinggal di Aceh kembali menjadi kambing hitam, sering dituduh mata-mata tentara. Dimulai dari tentara yang memang kebetulan banyak yang berasal dari suku Jawa. Tentara melakukan kekejaman, dan Jawa pun akhirnya dituduh kejam. Ada pameo dari masyarakat Aceh : “Aceh gila, Jawa kejam.” Propaganda GAM selalu mempukul rata bahwa tentara di Aceh (terutama BKO) adalah perpanjangan kolonialisme Indonesia-Jawa. Masa DOM dan Darurat Militer semakin mengentalkan opini bahwa Jawa – dimulai sejak jaman Majapahit – adalah penjajah.

Harus diakui bahwa secara kultur, orang Aceh dan Jawa sulit untuk duduk bersama dalam meja perundingan. Apa pasalnya? Konon orang Jawa seperti blangkon, ngomongnya A tetapi maksudnya B. Tutur katanya halus, tetapi penuh siasat dan menelikung. Jangan heran jika Jusuf Kalla saat memprakarsai perundingan damai dengan GAM tidak menyertakan satupun delegasi RI yang berasal dari Jawa. Ini memang strategi jitu dari Jusuf Kalla, yang hasilnya kita telah sama-sama tahu : Aceh damai dalam pelukan NKRI.

Dari narasi diatas dapat disimpulkan bahwa Jawa di mata Aceh setidaknya meliputi hal-hal sebagai berikut : pertama Jawa adalah bangsa yang tidak taat sebagai muslim, cenderung sinkretik dan percaya pada tahyul, kedua Jawa adalah bangsa yang suka ingkar janji selayak yahudi, ketiga Jawa adalah bangsa penjajah atau setidaknya kolaborator penjajah kafir, dan keempat Jawa adalah licik dan kejam.

Pertanyaannya, apakah semua orang Aceh memandang Jawa seperti itu? Tentu tidak. Pandangan negatif tersebut muncul karena konflik, dan diimani oleh orang-orang yang terkepung konflik. Tanpa konflik tentu pandangan Aceh terhadap Jawa akan normal-normal saja, bukankah Al-Quran sendiri menegaskan manusia itu diciptakan berbangsa-bangsa dan bergolong-golong. Mustahil orang Aceh tidak memahami penegasan Al-Quran tersebut. Masalahnya memang hampir separoh orang Aceh terimbas konflik. Wilayah Aceh yang steril konflik, seperti di Gayo Luwes, Takengon, Singkil, Aceh Selatan, sebagian Aceh Barat Daya, Nagan Raya, Simeulue, Sabang cukup terbuka kepada pendatang, termasuk dari Jawa. Dimanapun dan kapanpun konflik memang memupuk sentimen negatif terhadap apapun. Aceh adalah laboratorium bahwa manusia bisa berubah karena konflik. Pengusiran transmigran dari Jawa pasca reformasi dan penembakan buruh dari Jawa akhir-akhir ini adalah bukti bahwa sentimen itu belum pupus.

Seperti yang lalu-lalu sore itu saya keliling kota Banda Aceh, melihat kembali Kampung Jawa di pinggir pantai. Tidak seperti biasanya saya terkesima dan baru sadar, bahwa sebagian Kampung Jawa telah dijadikan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Sampah raksasa. Di tempat inilah dibangun juga IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) sejak 1995. Apakah ini suatu kebetulan karena posisinya sesuai? Ataukah memang ini sebentuk penistaan? Mungkin ada yang lebih arif memberikan tafsir.

Karena penasaran saya mengontak salah seorang kolega di Pemerintah Kota Banda Aceh. Saya yakin dia tahu sejarah TPA dan IPLT tersebut. Kami telah terbiasa kerjasama dalam urusan kedinasan, sehingga tidak canggung lagi dalam berkomunikasi. Sayapun bertanya tentang hal tersebut dengan nada bercanda, karena memang ini hanya remeh-temeh. Ia tersenyum saat saya menanyakan hal tersebut. Bisa-bisa aja katanya. Justru ia tidak pernah berpikir sejauh itu. Sejurus kemudian, dengan mimik serius dia menceritakan, “itu hanya kebetulan saja karena lokasinya memang strategis.” Sayapun mendebat “bukankah lebih baik Pemerintah Kota menyewa lokasi yang agak jauh di luar kota, misalnya di daerah Aceh Besar, TPA dipinggir laut tentu tidak layak, apalagi lahan pinggir laut selalu terbatas.”

Kolega saya tersenyum…”oke Mas, terus terang saya tidak tahu pertimbangannya apa. Tetapi yang jelas sudah ada analisa dari Bapedal. Ambil hikmahnya saja, bukankah TPA dan IPLT itu sesuatu yang sangat penting. Dengan demikian Kampung Jawa mengambil peran yang sangat penting pula, merubah sampah dan limbah menjadi sesuatu yang ramah. Bukankah itu luar biasa, merubah keburukan jadi kebaikan.”

Saya tidak menduga, ia begitu arif diusianya yang masih muda. Dia juga menceritakan apa jadinya rekonstruksi Aceh pasca Tsunami tanpa arsitek, tukang dan buruh dari Jawa. Di Aceh banyak kontraktor berebut tender, tetapi miskin buruh dan tukang. Aceh lebih percaya Jawa dalam hal keahlian seperti itu. Akhirnya, pada beberapa sisi Jawa memang tidak disukai, tetapi kehadirannya selalu dicari.

Thursday 14 March 2013

Sejarah Nagan Raya



Kabupaten Nagan Raya adalah bagian dari Propinsi Aceh dan berkembang, bergerak secara dinamis mengikuti alunan irama alam dan kehidupan dari sebuah peradaban. Ada banyak hikayat tentang Nagan Raya,namum semua itu masih cukup banyak yang tercecer di tengah tengah keramaian perkembangan zaman yang sedang dilakoni oleh anak manusia dengan membangun sebuah peradaban baru.

Masa kesultanan Aceh

Pada masa kesultanan aceh terdiri dari berbagai wilayah dari timur sampai kebarat, wilayah bagian barat Kerajaan Aceh Darussalam mulai dibuka dan dibangun pada abad ke-16 atas prakarsa Sultan Saidil Mukamil (Sultan Aceh yang hidup antara tahun 1588-1604), kemudian dilanjutkan oleh Sultan Iskandar Muda (Sultan Aceh yang hidup tahun 1607-1636) dengan mendatangkan orang-orang Aceh Rayeuk dan Pidie. Jadi di wilayah pesisir barat Aceh terutama di Nagan Raya cukup banyak masyarakat yang keturunan dari kabupaten Pidie.
Daerah ramai pertama adalah di teluk Meulaboh (Pasi Karam) yang diperintah oleh seorang raja yang bergelar Teuku Keujruen Meulaboh, dan Negeri Daya (Kecamatan Jaya) yang pada akhir abad ke-15 telah berdiri sebuah kerajaan dengan rajanya adalah Sultan Salatin Alaidin Riayat Syah dengan gelar Poteu Meureuhom Daya.
Dari perkembangan selanjutnya, wilayah Aceh Barat diakhir abad ke-17 telah berkembang menjadi beberapa kerajaan kecil yang dipimpin oleh Uleebalang, yaitu: Kluang; Lamno; Kuala Lambeusoe; Kuala Daya; Kuala Unga; Babah Awe; Krueng No; Cara' Mon; Lhok Kruet; Babah Nipah; Lageun; Lhok Geulumpang; Rameue; Lhok Rigaih; Krueng Sabee; Teunom; Panga; Woyla; Bubon; Lhok Bubon; Meulaboh; Seunagan; Tripa; Seuneu'am; Beutong (Berada Di Nagan Raya) Tungkop; Pameue; Teupah (Tapah); Simeulue; Salang; Leukon; Sigulai.

Penjajahan Belanda

Dimasa penjajahan Belanda, melalui suatu perjanjian (Korte Verklaring), diakui bahwa masing-masing Uleebalang dapat menjalankan pemerintahan sendiri (Zelfsbestuur) atau swaparaja (landschap). Oleh Belanda Kerajaan Aceh dibentuk menjadi Gouvernement Atjeh en Onderhorigheden (Gubernemen Aceh dan Daerah Taklukannya) dan selanjutnya dengan dibentuknya Gouvernement Sumatera, Aceh dijadikan Keresidenan yang dibagi atas beberapa wilayah yang disebut afdeeling (propinsi) dan afdeeling dibagi lagi atas beberapa onderafdeeling (kabupaten) dan onderafdeeling dibagi menjadi beberapa landschap (kecamatan).

Karesidenan Aceh

Seluruh wilayah Keresidenan Aceh dibagi menjadi 4 (empat) afdeeling yang salah satunya adalah Afdeeling Westkust van Atjeh atau Aceh Barat dengan ibukotanya Meulaboh. Afdeeling Westkust van Atjeh (Aceh Barat) merupakan suatu daerah administratif yang meliputi wilayah sepanjang pantai barat Aceh, dari gunung Geurutee sampai daerah Singkil dan kepulauan Simeulue serta dibagi menjadi 6 (enam) onderafdeeling, yaitu:
  • Meulaboh dengan ibukota Meulaboh dengan Landschappennya Kaway XVI, Woyla, Bubon, Lhok Bubon, Seunagan, Seuneu'am, Beutong,(Berada Di Nagan Raya) Tungkop dan Pameue;
  • Tjalang dengan ibukota Tjalang (dan sebelum tahun 1910 ibukotanya adalah Lhok Kruet) dengan Landschappennya Keluang, Kuala Daya, Lambeusoi, Kuala Unga, Lhok Kruet, Patek, Lageun, Rigaih, Krueng Sabee dan Teunom;
  • Tapaktuan dengan ibukota Tapak Tuan;
  • Simeulue dengan ibukota Sinabang dengan Landschappennya Teupah, Simalur, Salang, Leukon dan Sigulai;
  • Zuid Atjeh dengan ibukota Bakongan;
  • Singkil dengan ibukota Singkil.

Penjajahan Jepang

Di zaman penjajahan Jepang (1942 - 1945) struktur wilayah administrasi ini tidak banyak berubah kecuali penggantian nama dalam bahasa Jepang, seperti Afdeeling mejadi Bunsyu yang dikepalai olehBunsyuchoOnderafdeeling menjadi Gun yang dikepalai oleh Guncho dan Landschap menjadi Son yang dikepalai oleh Soncho.

Masa kemerdekaan

Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, berdasarkan Undang-undang Nomor 7 (Drt) Tahun 1956 tentang pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-kabupaten dalam lingkungan Propinsi Sumatera Utara, wilayah Aceh Barat dimekarkan mejadi 2 (dua) Kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Aceh Selatan. Kabupaten Aceh Barat dengan Ibukota Meulaboh terdiri dari tiga wilayah yaitu Meulaboh, Calang dan Simeulue, dengan jumlah kecamatan sebanyak 19 (sembilan belas) Kecamatan yaitu Kaway XVI; Johan Pahlwan; Seunagan; Kuala; Beutong; Darul Makmur; Samatiga; Woyla; Sungai Mas; Teunom; Krueng Sabee; Setia Bakti; Sampoi Niet; Jaya; Simeulue Timur; Simeulue Tengah; Simeulue Barat; Teupah Selatan dan Salang. Sedangkan Kabupaten Aceh Selatan, meliputi wilayah Tapak Tuan, Bakongan dan Singkil dengan ibukotanya Tapak Tuan. Saat ada upaya yang dilakukan untuk menjadikan aceh bagian dari propinsi Sumatra Utara.

Pemekaran 1996

Pada Tahun 1996 Kabupaten Aceh Barat dimekarkan lagi menjadi 2 (dua) Kabupaten, yaitu Kabupaten Aceh Barat meliputi kecamatan Kaway XVI; Johan Pahlwan; Seunagan; Kuala; Beutong; Darul Makmur; Samatiga; Woyla; Sungai Mas; Teunom; Krueng Sabee; Setia Bakti; Sampoi Niet; Jaya dengan ibukotanya Meulaboh dan Kabupaten Adminstrtif Simeulue meliputi kecamatan Simeulue Timur; Simeulue Tengah; Simeulue Barat; Teupah Selatan dan Salang dengan ibukotanya Sinabang.

Pemekaran 2000

Kemudian pada tahun 2000 berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 5, Kabupaten Aceh Barat dimekarkan dengan menambah 6 (enam) kecamatan baru yaitu Kecamatan Panga; Arongan Lambalek; Bubon; Pantee Ceureumen; Meureubo dan Seunagan Timur. Dengan pemekaran ini Kabupaten Aceh Barat memiliki 20 (dua puluh) Kecamatan, 7 (tujuh) Kelurahan dan 207 Desa.

Pemekaran 2002

Selanjutnya pada tahun 2002 kabupaten Aceh Barat daratan yang luasnya 1.010.466 Ha, kini telah dimekarkan menjadi tiga Kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Barat dengan dikeluarkannya Undang-undang N0.4 Tahun 2002
Kabupaten Nagan Raya adalah sebuah kabupaten di provinsi Aceh. Ibukotanya Suka Makmue, yang berjarak sekitar 287 km atau 8 jam perjalanan dari Banda Aceh. Kabupaten ini berdiri berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2002 tanggal 2 Juli 2002 sebagai hasil pemekaran Kabupaten Aceh Barat.
Berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Aceh Barat di utara, Kabupaten Aceh Barat di barat, Kabupaten Aceh Barat Daya dan Samudra Hindia di selatan, dan Kabupaten Gayo Luesserta Kabupaten Aceh Barat Daya di timur.
Kata Nagan merupakan kependekan dari Seunagan yang menunjukkan lima kecamatan hasil pemekaran, sedang Raya berarti besar. Dari sini mungkin diharapkan kelima kecamatan ini akan jadi besar kelak di kemudian hari.
Nagan Raya terdiri dari 5 kecamatan :
  1. Kecamatan Beutong
  2. Kecamatan Darul Makmur
  3. Kecamatan Kuala
  4. Kecamatan Seunagan
  5. Kecamatan Seunagan Timur
Kabupaten Nagan Raya berada di pantai barat Sumatra yang subur dan sangat cocok bagi pertanian, khususnya padi yang terpusat di kecamatan Seunagan, Seunagan Timur dan Beutong karena ditunjang oleh Krueng Beutong dan Krueng Nagan yang mengalir di wilayah tersebut. Potensi lainnya adalah usaha peternakan dan perkebunan terutama kelapa sawit. Karena sumber daya pertaniannya yang melimpah, maka Nagan Raya yang merupakan tempat tragedi Beutong Ateuh ini dikenal sebagai salah satu lumbung beras utama di Aceh.

Hasan Tiro, Rèvolusioner Politék Atjèh



RAKAN, peuëkeuh mantong teuingat teuh lé gata tjaè njoë:‘Ana lusyen, lusyen ‘Arabi, ‘Arabiyè, ‘Arabi Sumatra, Sumatrani, Sumatra Meurdéhka.’ Njang béasa gata kheun lam uteuën, lam lampôh pineung, lam lampoh geutah, lam lampoh kiroë, ngòn bak bin`eh kruëng.
Tapi njan djameuën. Wateè golom ram`e-ram`e tatren nibak gunông, atè beudé-beudé gohlom djikoh meukhan-khan. Atè tabék beundéra mirah putéh mantòng pantang. Tapi djinoë ata njan bandum ka djeuët keu seudjarah, njan pih sang golom na soë tuleh lam buku. Lageè éndatu kheun, “Pat udjeuën han piram, pat prang han reuda”.
Rèvolusi politék di Aceh mulai ngòn peunjata reuntjana peudòng keulai kesultanan Atjèh njang meudèëlat, nakeuh bak 4 Dèsèmber 1976. Meusaweuëb rèvolusi njoë djipeulahékeuh DOM (Daèrah Operasi Militè) le Prèsiden Republik Indônèsia Suharto, bak thôn 1990-an, meuribèë rakjat Atjèh abéh umu gara-gara njan.
Lheuëh Suharto djipeutren lé mahasiswa bak 1998, rèvolusi politék di Aceh djibeudòh keulai leubeh teuga. Angkatan prang njang ikôt Hasan Tiro makén le geulatih. Beureutoh prang meubura-bura lom. Thon 1999, rakjat Atjèh tuntut rèfèrèndum dengan Indônèsia. Hana asè buët njan, saweuëb antara di dalam Atjèh ngon di luwa hana sapuë kheuën. Padahai njan keuh momèn raja lam seudjarah. Adak keuh njoë beudjeuët keu peuingat aneuk bansa uroë singoh.
Thôn 2000 beureutôh prang raja di Atjeh. Angkatan prang njang ikôt Hasan Tiro makén meutamah le lom geulatih. Bak 2003 djipeusah Atjèh lam Darurat Militèr le Presidèn Republik Indônèsia Megawati Sukarno Putri. Prang raja teujadi sampoë 15 Agustus 2005, bak uoë njan teudjadi peristiwa meuseudjarah raja tèkèn djandji damèë di Hèlsinki, Finlandia, antara GAM-RI.
Njan bandum nakeuh bung`ong nibak rèvolusi politék njang geupeugot lé Hasan Tiro. Bandum njan djinoë ka djeuët keu seudjarah. Hasan Tiro, nakeuh ureuëng njang publeuët mata ureuëng Atjèh lam bideuëng meunumat udép politék. Droeneuh njan sidoë rèvolusionir politék di Atjèh njang raja that peungarôh nibak akhé abad 20 M sampoë awai abad 21 M.
Hasan Tiro ureuëng njang fènom`enal, legendaris, djipidjoë ngòn djitjatji, jigaséh ngòn djibeuntji jôh mantong udép neuh atawa atè ka lheuëh neuwoë bak poteuh Allah. Njang dukông ngòn njang lawan sadum le. Droëneuh njan lahé di Tiro, Pidië bak uroë buleuën 25 September 1925 dan neuwoë bak poteuh Allah di Bandar Atjèh Darussalam, bak 3 Juni 2010, had umu 85 thôn. Hasan Tiro ureuëng njang peunjata keulai Atjèh Meurdéhka bak 4 Dèsèmber 1976.
“Bèk na ureuëng njang ék peus`ew`e gata.” –Hasan Tiro
Njan nakeuh seumpeuna nibak Hasan Tiro njang meutuleh lam buku-buku Atjeh di markas-markas geurilja seugolom GAM-RI meudamèë bak 15 Agustus 2005. Atè njan Hasan Tiro béasa geukheun ‘Wali Neugara.’
Lam rika njoë han lôn peutrang riwayat udép Hasan Tiro, njan bah urôsan ahli seujarah, lom pih Hasan Tiro ka lheuëh neutuléh keudroëneuh ladôm riwayat udép neuh lam seunalén ‘Jum Meurdéhka.’ Lam rika njoë, han lôn peugah peukara idèologi politék, tapi teuntang peungarôh Hasan Tiro ròt keunalon tjeureumèn seujarah ngòn asé `eleum`eë njang droeneuh njan meurunoë.
Peungarôh Hasan Tiro lam politék di Atjèh djai that. Sajang, Hasan Tiro tan neukeubah geunantoë njang sadum bakò ngon droëneuh njan. Njan kòn salah droëneh njan, tapi salah ureuëng Atjèh tan geutém meurunoë. Beh panè mungkén geupeutaktèh ban siumu masa.
Jinoë takalon, lam peukara èkonomi, manfa’at le sit djitjok lé ureuëng njang na lam kawan njang beuntji droëneuh nyan, puëkeuh jithè atawa tan. Meunan sit, manfa’at kadang hana djirasa lé ureuëng njang seutot rauëh éndatu. Njan bandum teujadi saweuëb ureuëng njang peudjak hukôm lam nanggroë di Atjèh njoë djinoë han sép `eleum`eë lam meumimpin, bahpih pangkat dum raja-raja, tapi hana peunutôh bak mat gajam nanggroë.
Meunan sit lam peukara peuradaban, seudjarah, golom jipakoë le peumimpin njang ka djipiléh lé rakjat. Meunjoë djinoë, lé peumimpin di Atjèh njang ikôt Hasan Tiro tan gòt geupapah ban ureuëng di lingka geuh lam peumeurintahan, maka peumeurintahan Atjèh keunak jimat lé peureuté meuwòt lam bruëk ruhung, peureuté guda padjôh lhòk, peureuté kamèng kap situëk, njang ate lam meudjuang dilèë hana meumupat dijih pih, mungkén sit seubagoë lawan dilèë.
Titel akademik han puë that tajak peutjaja; njan peudjabat di Atjèh atawa di Indônèsia le njang lulusan akademik, tapi korupsi mantòng na, neugara tan maju, rakjat tan makmu. Peukara njang mustahak peureulè lam buët pimpin rakjat nakeuh akheulak atawa moral, kòn peukara disiplin `eleum`eë lam universitas.
Perguruan tinggi tan jiproduksi peumimpin atawa ureuëng bakò ngòn gòt akheulak, tapi djiproduksi ureuëng tjaròng. Untôk djeuët keu peumimpin, han meumada ngòn tjaròng sagai, tapi beuna iman keu poteuh Allah, beuna gaséh sajang keu rakjat, beuna akheulak.
“Tapiléh keu (ureuëng peunasèhat ngòn njang bantu –red) peumimpin, meusti ureuëng njang keubit taturi, han djeuët soë njang meurumpok bak meuraba-raba lam seupôt.” – Hasan Tiro.
Mungkén, Hasan Tiro geum`oë lam kubu geukalon peukateuën ureuëng geutanjoë aneuk bansa njang mantòng udép djinoe. Bek ilèë keu seudjarah èndatu, meukeu uroë lahé droëneuh njan sang tan lé teuingat teuh lé geutanjoë. Kiban geutanjoë sah tapeudjak buët meunjoë keu po buët tan teuingat teuh. Alah, hôm hai nanggroë nyoë.
Neubri ya Poe teuh Allah, beu ék keuh peumimpin kamoë geupubuë lagèë Hasan Tiro wasiët, bèk na njang ék peus`ew`e peumimpin kamoë. Amin! Kamoë rakjat Atjèh meuharap, ‘ulama beugeudòng bak geunaréh droëgeuh sebagoë waréh nabi bak geupimpin umat, beugeubi nasèhat keu peumpimpin politék. Politék bah buët politisi ngòn dukông ‘ulama, agama bah buët ‘ulama.
Ulama ngòn umara beugeudjak meudjandréng ban masa dilèë saboh djan atè radja diradja mantòng na, atè marwah Atjèh rajek di mata dônja. Ban lam hadih Nabi, “Al-Islamu ka aljasadi wahid.” Ban wasiët éndatu, “Bak duëk bak dòng sapuë pakat, sang sineusab meuadoë-a.”
Sajang Atjèh, wahé peumimpin kamoë neupeuseulamat seudjarah ngon hasé peradaban ngòn budaja Atjèh puë njang mantòng tinggai, atèë ka hana lé han mungken tapeugisa.
Aleuë meunasah geuikat ngòn awé lilén, ata njang ka na beugòt tapapah, leumpah pajah bak tamita laén. []

Thayeb Sulaiman
Aktivis di Pusat Kebudayaan Aceh Turki (PuKAT)

Tuesday 3 July 2012

http://www.alldatasheet.net/view.jsp?Searchword=ATMEGA32L

OTOSENSING: Limit Switch

OTOSENSING: Limit Switch: omvol.com . Limit switch atau dalam bahasa Indonesianya bisa juga disebut sensor pembatas, dalam artian mendeteksi gerakan dari suatu mesi...

OTOSENSING: Relay

OTOSENSING: Relay: . Didalam Teknik Control Otomatis , relay adalah salah satu komponen peralatan control yang sangat mendasar, alat ini dibutuhkan pada ...

Thursday 28 June 2012

KEDATANGAN BANGSA-BANGSA EROPA




A. Berbagai Peristiwa yang Mendorong Semangat Penjelajahan Samudera

Akhir abad ke-15, di Eropa timbul suatu gerakan Renaissance dan Humanisme yang bertujuan untuk mempelajari, menyelidiki dan menggali ilmu pengetahuan. Semangat untuk dapat lebih dari masa lampau menimbulkan gerakan kemajuan. Dengan semangat kemajuan tersebut, maka pada abad ke-15 di Eropa melahirkan temuan-temuan baru, misalnya temuan Nicolaus Copernicus bahwa bumi itu bulat. Hal ini mendorong pelaut-pelaut dari Spanyol, Portugis dan negara-negara Eropa lainnya untuk berlayar menjelajahi samudera mencari daerah baru.

Berbagai penyebab terjadinya penjelajahan samudera ialah:

1. Jatuhnya Konstantinopel yang berperan sebagai Bandar transito ke tangan Turki pada tahun 1453. Dengan begitu, hubungan dagang antara Eropa-Asia terputus. Putusnya hubungan dagang tersebut mendorong orang-orang Portugis untuk mencari jalan sendiri ke daerah penghasil rempah- rempah di Indonesia
2. Semangat Perang Salib yang dimiliki orang Portugis. Pada abad ke-15 Islam berkuasa di Semenajung Andalusia. Pada saat itu terjadi peperangan yang dilakukan kekuasaan Kristen untuk mengusir Islam dan merebut jalur perdagangan dari tangan pedagang Islam serta menaklukan pusat-pusat perdagangan Islam.
3. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, contohnya:
 Ditemukan teori Heliosentris oleh Nicolaus Copernicus yang didukung Galileo GalileiØ
 Diciptakannya kapal yang lebih mudah dan cepat digerakkan dengan memperbaiki konstruksi kapalserta memadukan layaryang berbentuk segitiga dengan tali temali persegiØ
 Penemuan kompas yang dapat digunakan untuk menentukan arah dan posisi lautØ
4. Keinginan mencari kejayaan (Glory)
5. Keinginan mencari kekayaan (Gold)
6. Keinginan menyebarkan agama Nasrani (Gospel)
7. Kisah perjalanan Marcopolo( 1254-1324) yaitu seorang pedagang dari Venesia ke Cina yang dituangkan dalam buku “Book of Experience”, mengisahkan tentang keajaiban dunia atau Imago Mundi
8. Adanya semangat penaklukan (Reconquesta) terhadap orang-orangberagama Islam serta membuat daerah-daerah kekuasaan yang dimiliki kerajaan-kerajaan Islam. Semangat penaklukan misalnya dilakukan oleh Spanyol.
9. Adanya keinginan untuk mengetahui lebih jauh tentang rahasia alam semesta, keadaan geografi dan bangsa-bangsa yang tinggal di belahan bumi 
Untuk mengatasi kemungkinan bersaing antara Portugis dan Spanyol dalam penjelajahan samudera, Paus Alexander VI di Roma pada tahun 1494 memberikan hak kepada kedua negara untuk menjelajahi dunia, kemudian kedua bangsa mengadakan perjanjian Tordesilas yang berisi : bahwa garis batas antara kedua daerah kekuasaan portugis dan Spanyol adalah garis meridian yang melalui Tanjung Verde. Berdasarkan perjanjian tersebut, Spanyol berkuasa atas daerah sebelah barat Tanjung Verde, sedangkan Portugis di daerah sebelah timur Tanjung Verde. Namun pada tahun 1521 ketika Portugis dan Spanyol sampai di Maluku kedua negara saling menuduh melanggar Perjanjian Tordesilas. Perselisihan di atas diselesaikan dengan Perjanjian Saragosa tahun 1528, dengan kesepakatan Spanyol menduduki Filiphina dan Portugis menduduki Indonesia.

B. Upaya bangsa Portugis dan Spanyol Langsung ke Indonesia

1. Ferdinand Magellan (1480-1521)
Dia seorang bangsa Portugis yang hidup di Spayol. Ia banyak mempelajari pengalaman Columbus dalam pelayarannya ke arah barat. Dukungan diperoleh dari Raja Spanyol. Ia berkesimpulan bahwa di ujung selatan benua baru Amerika terdapat selat yang menghubungkan Lautan Atlantik dengan lautan seberang benua baru itu. Dari sana orang sampai ke pulau pusat rempah- rempah, yang ternyata bukan Hindia melainkan Kepulauan Maluku di tanah air kita.Di selat ini Magellan menemukan peraiaran baru yang amat luas. Magellan menyebutnya sebagai Samudra Pasifik, artina samudra yang damai, yang tenang. 
Pada tahun 1521 mereka telah berhasil mencapai Kepulauan Massava (Filipina). Ini tempat pertama yang di kunjungi orang Spanyol di seberang Pasifik. Magellan dan rombongan menyatakan negeri ini sebagai daerah kekuasaan raja Spanyol. Sejak saat itu Kepulauan Filipina dinyatakan sebagai daerah koloni Spanyol. Sesuai amanat Raja Spanyol, Magellan membujuk anak negeri untuk menganut katolik. Pelayaran diteruskan ke Pulau Cebu. Pemimpin daerah ini bersedia kerjasama dengan Magellan. Raja Cebu berhasil membujuk Magellan untuk menyerang Mactan, yang merupakan saingan Raja Cebu. Dalam pertempuran Magellan gugur. Akibat peristiwa ini ekspedisi diambil alih oleh Yuan Sebastian del Cano. Raja Spanyol menghadiahkan sebuah bola bumi tiruan yang berlilitkan ikat pinggang dengan tulisan “ Engkaulah yang pertama kali mengitari diriku.
Magellan dianggap sebagai pelaut terbesar yang pernah dikenal sejarah. Kepulauan Filipina, dikuasai Spanyol sejak tahun 1521 sampai tahun 1898. Kapal- kapal Portugis kembali dari India dan Maluku dengan membawa harta, emas, perak dan permata pada tahun 1498.Berkat harta karun ini Portugal menjadi Negara paling kuat di Eropa. Kapal-kapal Spanyol dikenal sebagai “armada emas dan perak Spanyol, karena kapal Spanyol penuh muatan harta kekayaan dan emas perak dari benua baru Amerika.. Kekayaan ini membuat Kerajaan Spanyol menjadi negeri kuat di Eropa di samping Kerajaan Portugis. Untuk menjaga kelangsungan kekuasaan atas kekayaan ini, pemerintah colonial di Eropa membentuk kompeni, yang memiliki hak monopoli.
2. Bartholomeus Diaz (1486)
Dia Seorang bangsa Portugis. Menyusuri pantai barat Afrika sampai di Tanjung Topan atau Tanjung Harapan pada tahun 1486. Karena diterjang badai mereka kembali ke Portugis.
3. Vasco da Gama (1498)
Dia seorang peyelidik Portugis yang berhasil menemukan jalur Laut ke dunia timur (India) dengan menyusur mengelilingi Benua Afrika . Vasco da Gama bongkar sauh pertama pada tanggal 8 Juli 1497. Alur yang ditempuh adalah adalah Kepulauan Tanjung Verde,terus kea rah selatan menembus Samudra Atlantik, berbelok kea rah timur langsung mencapai Tanjung Harapan. Dari Tanjung Harapan, Gama meneruskan pelayaran menyusur pantai timur Afrika menembus daerah kekuasaan Muslim Mombasa dan Malindi (Kenya). Pada tahun 1498 Vasco da Gama sampai di Kalikut (India). Suatu keistimewaan lain dari ekspedisi ini adalah dibawanya sejumlah bau”padrao” yaitu batu bertulis dengan lambing gambar “bola dunia” untuk dipancangkan pada setiap tempat yang ditemukan Portugis. Sebagai daerah koloni Portugis.
4. Christopher Columbus(1492)
Ia dilahirkan di Genoa, Italia pada tahun 1451. Pelayaran dimulai pada tanggal 3 Agustus 1492. Columbus melabuh pertama di Kepulauan Canary di lepas pantai Afrika., terus berlayar kea rah barat. Tanggal 2 Oktober 1492 mereka telah menemukan Kepulauan Bahama sebagian dari daratan benua baru Amerika. Bulan Maret tahun1493 Columbus kembali ke Spanyol. Penemuan dan pelayaran pertama Columbus merupakan perubahan revolusioner bagi sejarah Eropa. Penemuannya merupaka mahkota eksplorasi dan koloniasasa Eropa atas benua baru Amerika. Columbus membuka pintu bagi bangsa Eropa untuk pindah ke benua baru.
5. Americo Vespucci(1499)
Ia seorang pelayar, pengarang dan ahli kartografi bangsa Italia. Telah 4 kali (tahun 1497,1499,1501-1502,1503-1504) menjelajahi pantai Amerika Selatan. Surat-surat Americo Vespucci tentang pengalamannya terkumpul dalam buku Quattornavigatines. Untuk mengenang jasanya benua baru yang dijelajahi diberi nama Amerika (1507)

C. Pelaut Eropa lainnya

1. Pelaut-pelaut Inggris berlayar menuju barat laut. Zaman Ratu Elizabeth 1 mulai terjadi perpindahan penduduk dari Inggris ke Amerika Utara. Diantaranya rombongan Pilgrim Fathers dengan kapalnya Mayflower pada tahun 1607 mendarat di daerah koloni Inggris.
2. Pelaut Perancis menjelajahi daerah lembah Sungai Mississipi, Lusianadan kanada. Sejak kekalahan Perancis dalam perang laut(1756-1763).aerah koloni Perancis di India dan Amerika dilepas, kemudian diambil Inggris.
3. Pada tahun1593 kapal-kapal Belanda dengan pimpinan Cornelis de Houtman telah tiba di pelabuhan Banten. Kemudian tahun 1602 dibentuk Persekutuan Dagang Hindia Timur (voc). Tahun 1605 VOC berhasil merebut benteng Portugis di Ambon. VOC merupakan pelopor penjajahan Belanda di Indonesia.

D. Bangsa Portugis ke Indonesia
Mengapa bangsa Portugis yang memasuki perdagangan di wilayah Asia? Portugis tidak memiliki kekayaan agraris sehingga laut menjadi sumber penghasilan utama. Menjelang abad ke 15 Portugis mulai mengembangkan teknologi maritim. Kapal-kapal layar digunakan untuk pelayaran menggalami inovasi menjadi carevel untuk lintas benua. Kompas mulai digunakan, juga peta portolan, dan cara-cara menghitung garis bujur, Henry The Navigatorlah (adik raja Portugal) dengan sekolah navigasinya meningkatkan pengetahuan mengenai kartografi di Portugal. 
Pelopor penjelajahan Portugis adalah Pangeran Henry "Pelaut" (1394-1460) yang sampai di pantai Barat Afrika dan mereka menemukan emas di Afrika. Pada tahun 1487 Bartholomeus Diaz mencapai ujung Afrika Selatan yang disebut Tanjung Harapan. Pejelajahan ini lalu diteruskan oleh Vasco da Gama (1497- 1499) sampai di Goa (India). Dari India para penjelajah kembali ke Lisabon/Lisboa dengan membawa barang dagangan yang sangat berharga.
Ada beberapa perbedaan cara perdagangan orang Portugis degan pedagang Asia:
 Portugis selalu bermusuhan dengan Islam karena ekspansi Portugis ke Maroko (Islam) dan persaingan ekonomi.Ø
 Pedagang Asia tidak memiliki jaringan organisasai yang luas.Ø
 Strategi perdagangan Portugis di Asia dilambangkan dengan “benteng dan gereja”.Ø


Kapal Portugis

E. Bangsa Belanda ke Indonesia

Pada tahun 1595 Cornelis de Houtman dengan empat kapalnya berlabuh dipelabuhan Banten dan disambut baik oleh pedagang Banten. Namun karena ambisinya menginginkan keuntungan yang lebih besar lagi, timbul perselisihan. Pedagang dipantai utara Pulau Jawa enggan berhubungan dengan pedagang Belanda, sehingga misi de Houtman gagal.
Pada tahun 1598 misi dagang Belanda yang kedua dipimpin Jacob van Neck. Oleh karena terjadi perselisihan antara pedagang Portugis dengan pedagang Banten, kedatangan misi dagang Belanda mandapat sambutan baik. Demikian pula ketika di Maluku, misi dagang Belanda juga diterima dengan baik. Disisi lain pedagang Portugis dan Spanyol tidak lagi mendapat kepercayaan dari pedagang Maluku.
Keberhasilan misi dagang kedua, berdampak makin banyak kapal dagang Belanda ke Indonesia. Disusul misi dagang bangsa Denmark, Inggris dan Perancis. Diantara mereka saling bersaing, sehingga keuntungan makin kecil, bahkan ada yang rugi. Atas saran Yohan van Olden Barnevelt Belanda mendirikan kongsi dagang yang diberi nama VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) dengan tujuan mengatasi persaingan antardagang Belanda dan mengatasi persaingan dengan pedagang bangsa Eropa lainnya. 
Oleh pemerintah Belanda VOC diberikan hak istimewah (oktroi) berupa hak monopoli dagang membuat mata uang sendiri, mendirikan benteng, mengadakan perjanjian dengan raja-raja di Indonesia serta di beri hak membentuk tentara. 
Guna mempertahankan diri dari berbagai ancaman VOC mendirikan benteng-benteng seperti benteng kota intan (fort peelwijk) diBanten, benteng Victoria diAmbon, benteng Rotterdam diMakassar, benteng Oranye di Ternate dan benteng Nasao di Banda.
Pieter Both adalah gubernur jenderal VOC pertama dengan garis politiknya devide et impera (memecah belah,) monopoli dagang. Untuk mengatasi penyimpangan monopoli dagang, voc melakukan pelayaran hongi (kapal dagang yang dilengkapi dengan prajurit) serta melakukan eksterpasi (pengurangan tanaman rempah-rempah).
Dengan politik memecah belah bangsa Indonesia,voc mulai dengan fase baru menjadi penguasa daerah di Indonesia. 


F. Perkembangan Agama Kristen di Indonesia

Sejak abad ke-15 Paus di Roma memberi tugas kepada misionaris bangsa Portugis dan Spanyol untuk menyebarkan agama Katholik. Kemudian bangsa Belanda pun tertarik untuk menyebarkan ajaran agama Kristen Protestan dengan mengirimkan para zending di negeri-negeri jajahannya.
a. Misionaris Portugis di Indonesia
Pada abad ke-16 kegiatan misionaris sangat aktif menyampaikan kabar Injil ke seluruh penjuru dunia dengan menumpang kapal pedagang Portugis dan Spanyol. Salah seorang misionaris yang bertugas di Indonesia terutama Maluku adalah Fransiscus Xaverius (1506–1552). Ia seorang Portugis yang membela rakyat yang tertindas oleh jajahan bangsa Portugis. Di kalangan pribumi ia dikenal kejujuran dan keikhlasannya membantu kesulitan rakyat. Ia menyebarkan ajaran agama Katholik dengan berkeliling ke kampung-kampung sambil membawa lonceng di tangan untuk mengumpulkan anak-anak dan orang dewasa untuk diajarkan agama Katholik.
Kegiatan misionaris Portugis tersebut berlangsung di Kepulauan Maluku, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, P ulau Siau, dan Sangir, kemudian menyebar ke Kalimantan dan Jawa Timur.
Penyebaran agama Katholik di Maluku menjadi tersendat setelah terbunuhnya Sultan Hairun yang menimbulkan kebencian rakyat terhadap semua orang Portugis. Setelah jatuhnya Maluku ke tangan Belanda, kegiatan misionaris surut dan diganti kegiatan zending Belanda yang menyebarkan agama Kristen Protestan.
b. Zending Belanda di Indonesia
Pada abad ke-17 gereja di negeri Belanda mengalami perubahan, agama Katholik yang semula menjadi agama resmi negara diganti dengan agama Kristen Protestan. Pemerintah Belanda melarang pelaksanaan ibadah agama Katholik di muka umum dan menerapkan anti Katholik, termasuk di tanah-tanah jajahannya.
VOC yang terbentuk tahun 1602 mendapat kekuasaan dan tanggung jawab memajukan agama. VOC mendukung penyebaran agama Kristen Protestan dengan semboyan “siapa punya negara, dia punya agama”, kemudian VOC menyuruh penganut agama Katholik untuk masuk agama Kristen Protestan. VOC turut membiayai pendirian sekolah-sekolah dan membiayai upaya menerjemahkan injil ke dalam bahasa setempat. Di balik itu para pendeta dijadikan alat VOC agar pendeta memuji-muji VOC dan tunduk dengan VOC. Hal tersebut ternyata sangat menurunkan citra para zending di mata rakyat, karena VOC tidak disukai rakyat.
Tokoh zending di Indonesia antara lain Ludwig Ingwer Nommensen, Sebastian Danckaerts, Adriaan Hulsebos, dan Hernius.
Kegiatan zending di Indonesia meliputi:
 Menyebarkan agama Kristen Protestan di Maluku, Sangir, Talaud, Timor, Tapanuli, dan kota-kota besar di Jawa dan Sumatra.Ø
 Mendirikan Nederlands Zendeling Genootschap (NZG), yaitu perkumpulan pemberi kabar Injil Belanda yang berusaha menyebarkan agama Kristen Protestan, mendirikan wadah gereja bagi jemaat di Indonesia seperti Gereja Protestan Maluku (GPM), Gereja Kristen Jawa (GKJ), Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), dan mendirikan sekolah-sekolah yang menitikberatkan pada penyebaran agama Kristen Protestan.Ø
c. Wilayah Persebaran Agama Nasrani di Indonesia pada Masa Kolonial
Saat VOC berkuasa, kegiatan misionaris Katholik terdesak oleh kegiatan zending Kristen Protestan, dan bertahan di Flores dan Timor. Namun sejak Daendels berkuasa, agama Katholik dan Kristen Protestan diberi hak sama, dan mulailah misionaris menyebarkan kembali agama Katholik terutama ke daerah-daerah yang belum terjangkau agama-agama lain.
Faktor-faktor penyebab sulitnya perkembangan agama Kristen di Indonesia pada waktu itu adalah:
 Pada waktu itu agama Kristen dianggap identik dengan agama penjajah.Ø
 Pemerintah kolonial tidak menghargai prinsip persamaan derajat manusia.Ø
 Sebagian besar rakyat Indonesia telah menganut agama lain.Ø
Oleh karena itulah upaya penyebaran dilakukan di daerah-daerah yang belum tersentuh agama lainnya. Juga dilakukan dengan mengadakan tindakan-tindakan kemanusiaan seperti mendirikan rumah sakit dan sekolah. Akhirnya berkat kerja keras kaum misionaris dan zending, agama Kristen dapat berkembang di Indonesia sampai sekarang.