Saturday, 27 November 2010

ACEH SEURAMOE MEKKAH,,,,

NANGGROE ACEH DARUSSALAM

MASJID BAITURRAHMAN-ACEH

Berlibur kemana tahun ini ?Jalur Luar Negeri pasti mahal tetapi sekali-kali liburan ke wilayah Domestik boleh juga. Tidak harus dengan kawan dekat. Merencanakan pergi ke suatu tempat bisa dengan rekan sekerja yang punya hobby sama. Kami mengambil Cuti kantor rame-rame dan memutuskan untuk ke Nanggroe Aceh Darussalam. Untuk hari pertama ini tujuan kami adalah ke Masjid Baiturrahman.Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Cut Nya Dhien
Sekilas tentang Nanggroe Aceh Darussalam

Nanggroe Aceh Darussalam sebagai pusat penyebaran agama Islam. Aceh Darussalam berlokasi di daerah hulu pulau Sumatra atau ujung pantai Aceh yang disebut Aceh Besar (Aceh Rayeuk). Bahasa Aceh adalah Bahasa Gayo.Masyarakatnya terbagi dua yaitu golongan ulama (Tengku) dan golongan bangsawan (Teuku)

Nanggroe, sistem pemerintahan setingkat kenegerian/kabupaten. Nama Aceh berasal dari nama terompah Aceh yang berbentuk segitiga atau dikenal dengan sebutan jeuce. Darussalam = Tanah Damai.Dalam empat tahun ini Aceh masih terus melakukan pembangunan dari musibah gempa Tsunami yang menghanyutkan hampir separuh Aceh.

TOUR TSUNAMI


Ini adalah tempat pemakaman massal kurban Tsunami
Hari ke dua waktu sudah menunjukkan pukul 13.15 WIB kami keluar dari Gapang dan meninggalkan mess pukul 14.3o menuju pelabuhan Balohan mengejar Km kembali ke Ulee Lheu pukul 15.3o. Special hari Minggu di pelabuhan Ulee Lhue berjejer penjaja-2 jagung bakar. Selepas pulang dari Pulau Weh, kami melewati pemandangan yang menakjubkan. Bayangkan Mihrab Imam terdampar dipinggir laut terbawa arus Tsunami sedangkan bangunan lainnya sudah tidak nampak. Hari ke Tiga wisata Tsunami Educational Park, dimana kapal apung PLTD seberat 3.600 Ton dihempas gelombang Tsunami sejauh 4 km. Kapal besar ditengah komplek ini sangat membantu mendapatkan gambaran betapa dahsyatnya Tsunami pada waktu itu. Pada gempa bumi dahsyat di samudra Hindia yang berkekuatan 9.3 Richter juga menghempaskan sebuah kapal dan terdampar di perumahan penduduk di Kawasan Gampong Lampulo. Peristiwa ini akhirnya dipertahankan sebagai obyek wisata untuk pengingat bencana dahsyat tersebut.
Perahu ini nangkring di atap rumah penduduk karena terhempas badai Tsunami

Melanjutkan target perburuan, ga jauh dari Masjid Raya Baiturrahman k.l 3 Km kita temui museum. Induk museum ini adalah sebuah rumah tradisional Aceh. Konon waktu itu dipake untuk Gelanggang Pameran di Jawa Tengah yang akhirnya dibawa kompeni Belanda ke Aceh. Dalam museum terdapat ruang pamer yang berisi macam-macam benda purbakala Cut Nya Dien yang ditata dengan baik. Kalau kita naik ke lantai dua kita temui ruang Tikado yaitu ruang makan dengan duduk bersila, Foto-foto para pejuang dan para sastrawan Aceh, perlengkapan kebutuhan sehari-hari seperti perlengkapan dapur jaman dulu dan ayunan untuk menidurkan bayi yang sampai sekarang masih suka ditiru oleh masyarakat. Salah satu koleksi museum yang paling berharga adalah Lonceng “Cakra Donya” yaitu lonceng besar hadiah dari laksamana Zheng He sang pelaut Tiongkok untuk Sultan Aceh. Cakra Donya sama dengan nama kapal perang Sultan Iskandar Muda yang digunakan dalam penyerbuan terhadap Portugis di Malaka. Gitu dch.

Balai Pertemuan yang berdekatan dengan Museum Aceh

Lonceng Cakra Donya



Saat berkunjung ke Balai Pelestarian peninggalan Purbakala ini kami tidak sempat masuk ke dalam ruangan karena sedikitnya waktu sehingga amat terburu-buru. Di dalam lokasi ini kami sempat menabadikan salah satu lokasi dimana mencerminkan seorang putri Phang dari Pahang yang menyukai bermain di bukit. Bukit ini bukan asli melainkan dibuat dengan sengaja sebagai pengingat.


Gunongan. Gunongan Letaknya di tengah kota, salah satu peninggalan dari Sultan Iskandar Muda untuk cintanya, Permaisuri Putri Phang dari Pahang-Malaysia. Bentuknya sih hanya bangunan seperti bukit-bukit. Kami foto sama teman-teman dibawah terik matahari. Panas sekali udaranya. Setelah dari Gunongan kami keliling lagi dengan beca motor menuju Kerkhoff. Pilihan jalan-jalan selain menggunakan beca motor bisa juga menggunakan labi-labi (istilah angkutan kota).

Ini Kerkkhoff Adalah sebuah tempat Pekuburan Belanda. Ceritanya dulu, rakyat Aceh diserang Kompeni, dengan harta dan nyawanya rakyat Aceh berhasil membunuh Jendral Kerkhoff ini (matinya jenderal ini di bawah pohon Gelumpang letaknya disamping kiri masjid Baiturrahman-Aceh). Di pekuburan Belanda ini ada sekitar dua ribuan orang kompeni. Sayang yah, Indonesia masih sering kurang memperhatikan hal-hal seperti ini. Belanda aja punya lokasi pekuburan massal. Rapi dan bersih lagi. Apa karena tidak terhitung berapa jumlah rakyat Aceh yang membela/mempertahankan setiap jengkal tanah airnya…?

Ini namanya Pohon Gelumpang, saksi hidup rakyat Aceh melawan Belanda, pohon ini terdapat di dalam area Masdjid Baiturrahman dan juga Batu Peringatannya yang tidak jauh dari pohon tersebut.

Dengan beca motor yang sama, kami menuju Monumen RI –OO1. Letaknya di jantung kota di Seulawah satu area dengan Tugu Seulawah.

Tugu Seulawah dan Pesawat RI-001Untuk menembus blokade si penjajah Belanda, Indonesia perlu sebuah pesawat terbang. Eh, pesawat terbang pertama ini hasilnya dari masyarakat Aceh mengumpulkan dananya untuk membeli. Tempat Monumen RI ini di jantung kota Aceh dilapangan Seulawah depan kantor RRI. Bangunan peninggalan pemerintah Belanda pasti sudah kelihatan ciri khasnya, kokoh, besar, tinggi dan kuat.

Wisata ke Pendopo yaitu bekas Istana Kerajaan Aceh yang diperuntukkan Gubernur Belanda dan sekarang ditempati Gubernur Aceh. Area sekitar Pendopo ada Kandang Meuh dan beberapa makam yang tampak sangat tua. Daily tour yang kami rencanakan ini sangat padat. Pulang ke base camp kalau hari sudah gelap. Siang masih di hari ketiga, menuju Ulee Lhue melewati perumahan Phaya Lhok, sebuah kompleks perumahan bantuan asing (Turkey) di jalan R Tayyib Erdogan Caddesi.
Kunjungan terakhir kami ke Taman Sari, tempat ini dijadikan sebagai ajang lokasi dakwah Muslem pada acara lomba dakwah oleh perusahaan seluruh Divisi Regional Telekomunikasi Indonesia.

Setelah berputar-putar dalam kota, selanjutnya menyisir pantai. Dua pantai di Aceh ini saling berdekatan yaitu pantai Lhok Ngaa dan pantai Lampuuk (dibaca Lampu-uk) setelah itu baru ke museum Tjut Nya Dien. Perjalanan ketempat wisata di Aceh cenderung sangat dekat, hanya 1 jam saja sudah bisa seharian langsung mendapatkan obyek buruan. Disini kami melongok dua pantai yang saling berdekatan yang berbeda jarak hanya 15 menitan.

LaMpuUk bEacH

Lhok Nga Beach

Kalau kita mau ke arah luar pulang dari pantai akan kita temui tempat ibadah orang Muslem. Masjid ini adalah Masjid Rahmatullah, adalah salah satu masjid yang didirikan dengan bantuan asing oleh masyarakat Turkish demikian juga gedung-gedung sekolah atau perumahan-perumahan yand ada disekitar Lampuuk dalam tempo dua ratus hari kalender.
Masjid Rahmatullah (tampak depan)

Rahmatullah Camii (tampak samping)
Jalan-jalan ke Aceh belum afdol kalau belum mencicipi makanan khasnya seperti Mie Aceh yang terkenal ini, Mie Rajali. Kami sempat datang langsung ke rumah makannya dan memesan bebrapa mie dengan rasa yang berbeda-beda. Ada mie Rajali Kepiting, daging dan rasa biasa. Smua yang disajikan membuat lidah bergoyang.

Lokasi : Mie Rajali

No comments:

Post a Comment